Oleh Amir Bahar
Pada hari Senin tanggal 1 September 2008 kembali Ramadhan 1429 H mendatangi kita. Salah satu dari dimensi bulan Ramadhan adalah sebagai bulan tarbiah (pendidikan) rohani dan jasmani.
Melalui bulan Ramadhan Allah memberikan pendidikan kepada orang-orang yang beriman agar mejadi orang yang bertaqwa (tattaqun). Tattaqun merupakan hasil akhir yang ditetapkan Allah bagi orang beriman yang melaksanakan shoum. Kata tattaqun adalah kata kerja (fi’il mudhari’) yang menunjukkan waktu berlangsungnya kegiatan sekarang dan yang akan datang. Artinya hasil akhir dari kegiatan ibadah di bulan Ramadhan akan terlihat sebagai suatu kegiatan yang terus berlangsung sampai setelah bulan Ramadhani. Kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dalam waktu lama akan menjadi kebiasaan (habit), kemudian akan menjadi pola sikap prilaku.
Stephen R. Covey menyebutkan bahwa kebiasan manusia yang efektif merupakan titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Pengetahuan yaitu apa yang seharusnya dilakukan manusia dan mengapa harus melakukannya. Keterampilan (skill) yaitu manusia harus tahu bagaimana cara melakukannya. Keinginan (motivasi) yaitu kemauan manusia untuk melakukannya.
Melalui tarbiah Ramdahan sesuai petunjuk Allah yang dicontohkan Rasul-Nya, akan melahir mukmin yang tattaqun dengan sekurang-kurang 10 kebiasaan efektif manusia unggul (habit) yaitu :
1. Mukmin yang jujur. Puasa melatih orang beriman menjadi manusia yang jujur. Yang tahu seseorang itu berpuasa adalah dirinya sendiri. Peluang untuk untuk berbuat curang sangat banyak. Hanya mukmin yang jujurlah yang akan menanamkan nilai-nila puasa dalam dirinya. Jujur adalah mengatakan apa adanya. Orang jujur takut melakukan perbuatan yang tidak benar, karena takut kepada akibat dari perbuatannya. Lidah seorang jujur tidak berani berbohong, mengatakan yang tidak diperbuatnya.
2. Mukmin yang sabar. Sabar adalah setengah dari iman. Rasulullah s.a.w. memeri petunjuk bila orang yang berpuasa dihina atau ditantang untuk bertengkar hendaklah ia menjawab,”Saya ini berpuasa.”
3. Mukmin yang terbiasa bangun malam. Selama bulan Ramadhan seorang mukmin dilatih mengurangi tidur di waktu malam untuk melaksanakan shalat tarawih dan makan sahur. Kebiasaan fisik tersebut akan berlajut sampai setelah Ramadhan, dan dapat diisi dengan qiyamullal pengganti tarawih, dan sahur untuk puasa Senin Kamis pengganti puasa Ramadhan.
4. Mukmin yang mencintai Al-Quran. Selama bulan Ramadhan orang beriman tidak lepas dari quran : membacanya, mempelajari terjemahan dan makna yang terkandung di dalamnya, sekaligus memperaktekkannya dalam bentuk puasa, sholat berjamaah, zakat dan sadaqah, dan bersilaturahmi.
5. Mukmin yang mawas diri. Pada bulan Ramadhan orang beriman dianjurkan memperbanyak meminta ampun (bersitighfar) kepada Allah. Hanya orang menyadari dirinya mempunyai kekurangan dan banyak dosalah yang mau beristigfar dan bertaubat kepada Alllah. Rasulullah Muhammmad s.a.w. menyerukan agar manusia bertobat kepada Allah, dan beliau sendiri dalam sehari bertobat lebih dari 70 kali.
6. Mukmin yang mencintai masjid. Hubungan orang beriman dengan masjid bagaikan ikan dan air. Orang beriman yang tidak biasa ke mesjid imannya akan mati. Masjid yang tidak dimakmurkan oleh orang yang beriman akan menjadi museum. Selama Ramadhan masjid ramai dikunjungi orang-orang yang beriman. Rasulullah s.a.w. mengatakan jika seorang mukmin tahu keutamaan sholat berjamaah di masjid niscaya ia akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.
7. Mukmin yang peduli terhadap fakir miskin. Di bulan Ramadhan diwajibkan bagi orang yang beriman untuk membayar zakat fitrah. Selain itu Rasulullah s.a.w. menjanjikan bagi mukmin yang bersedekah, memberi makan orang berbuka dengan ganjaran pahala yang sangat banyak. Sehingga selama Ramdahan orang beriman berlomba-lomba menginfakkan hartanya. Di hati orang yang beriman terpatri bahwa harta yang diterimanya semata-mata kurnia dari Allah SWT, dan dalam rezeki yang diterimanya terdapat hak orang lain.
8. Mukmin yang menghargai waktu. Selama bulan Ramadhan bagi seorang mukmin waktu sangat berharga. Masjid penuh dengan jamaah sholat fardhu lima kali sehari, diikuti dengan sholat sunat rawatib. Waktu senggang diisi dengan baca Quran. Dengan menghargai waktu manusia menjadi produktif. Setiap waktunya mempunyai makna. Tidurnya orang yang berpuasa dihitung sebagai ibadah. Tentunya tidur karena lelah dari bekerja dan ibadah.
9. Mukmin yang mampu berubah kepada kebaikan. Selama Ramadhan jamaah masjid lebih ramai dibandingkan sebelumnya. Biasanya siang hari sudah makan besar. Boleh jadi ada yang biasanya merokok namun dapat menghentikan kebiasaannya pada siang hari. Artinya orang beriman adalah orang mudah sekali melakukan perubahan untuk kebaikan. Karena puasa merupakan perintah Allah seorang mampu melakukan perubahan dengan seketika.
10. Mukmin yang visoner. Perintah puasa hanya berlaku bagi orang yang beriman, yaitu orang yang menyakini adanya Allah Maha Pencipta, dan orang yang meyakini kebenaran hari akhirat. Mukmin visioner adalah orang yang meyakini bahwa adanya kehidupan setelah kematian, yaitu tempat Allah memberikan keadilan bagi apa yang dilakukan di dunia. Mata hatinya tidak hanya melihat kehidupan dunia tetapi lebih jauh lagi yaitu meyakini kehidupan akhirat yang abadi.
Sebetulnya masih banyak lagi kebiasaan efektif yang dapat dihasilkan dari tarbiah bulan Ramadhan yang dapat kita catat bila proses tarbiah Ramadhan tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad s.a.w.
Kita berdoa semoga melalui tarbiah Ramadhan tahun ini akan lebih banyak lagi mukminin yang berhasil mencapai tattaqun dalam bentuk mewujudkan kebiasaan efektif mukmin unggul untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Amiin.
Jakarta, 8 Ramadhan 1429 H.
Daftar Pustaka :
1. Prof.DR.T.M. Hasbi Ash Shiddiqy, Pedoman Puasa, PT. Bulan Bintang, cetakan ke 12, Jakarta 1990.
2. Ibnu Qayyum Al-Jauziyah, Tobat Kembali Kepada Allah, Gema Insani, Jakarta 2006.
3. The Seven Habits of Higly Dffective People (7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif), Setphen R. Covey, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 (terjemahan).