Minggu, 29 Juni 2008

DUA DARI TIGA HAKIM MASUK NERAKA



Oleh AMIR BAHAR

Sahabat Buraidah r.a. berkata bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda, ” Hakim ada tiga macam. Dua masuk neraka dan yang satu masuk surga. Hakim yang masuk surga adalah hakim yang mengetahui hukum (peraturan) yang haq (benar) kemudian memberi keputusan dengan hukum tersebut. Sedangkan hakim yang masuk neraka adalah : 1) Hakim yang mengetahui hukum yang benar tetapi curang dalam membuat keputusan; 2) Hakim yang tidak mengetahui hukum yang benar, kemudian membuat keputusan dengan kebodohannya.” ( Hadis Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).

Selaku PNS boleh jadi kita merasa bahwa hadis tersebut tidak ada hubungannya dengan kita. Ancaman dalam hadis tersebut ditujukan kepada hakim (yudikatif) yang bertugas di pengadilan. Berdasarkan teori Trias Politika kekuasaan dipisahkan kepada tiga yaitu : kekuasaan yudikatif (mengadili), kekuasaan legislatif (membuat peraturan), dan kekuasaan eksekutif (melaksanakan peraturan). Tugas dan fungsi PNS Pemrov. DKI Jakarta termasuk ke dalam kekuasaan eksekutif. Sementara hadis di atas menyebutkan hakim yang masuk neraka dan masuk surga. Karena itu kita merasa tidak perlu merenunginya.

Asumsi tersebut belum tentu benar. Ada baiknya bila kita juga mencermati apa saja tugas dan fungsi hakim, sehingga Rasulullah s.a.w. perlu memberi peringatan kepada umatnya bahwa dua dari tiga hakim masuk neraka. Ancaman masuk neraka adalah ancaman yang menggetarkan hati, dan menakutkan orang yang beriman. Karena itu perlu diwaspadai.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesi (KUBI) hakim adalah orang yang mengadili perkara. Hakim diangkat karena penguasaan ilmunya tentang hukum tertentu, kemudian bertugas memutuskan perkara terhadap sengketa yang diajukan kepadanya. Hakim tidak membuat peraturan (regeling), tetapi membuat keputusan/ketetapan (bescikking) berdasarkan peraturan yang ada terhadap pihak-pihak yang bersengketa atau terhadap seseorang yang dituduh melakukan kejahatan atau pelanggaran. Dengan demikian keputusan hakim adalah bersifat individual dan konkrit.

Keputusan yang dibuat hakim dapat menentukan seseorang itu benar atau salah, dapat memberi hak atau mencabut hak, atau menyatakan suatu peraturan itu sah atau tidak berdasarkan peraturan yang lebih tinggi.

Sekarang saatnya kita mencermati tugas kita sebagai PNS Pemrov DKI Jakarta, PNS adalah sesorang yang memenuhi syarat tertentu diangkat dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji. Seorang PNS merupakan aparat pelaksana dari peraturan, mulai dari peraturan tertinggi yaitu UUD sampai kepada peraturan terendah yaitu Peraturan dari Kepala Unit Kerja.

Tugas PNS dapat dikelompokkan ke dalam dua, yaitu tugas manajerial dan tugas teknis. Tugas manajerial biasanya disebut jabatan struktural merupakan tugas membuat kebijakan atau peraturan/keputusan (regeling, regulasi). Tugas teknis biasanya disebut jabatan fungsional adalah tugas pelaksana bidang tertentu.

Semakin tinggi jabatan seorang dalam organisasi semakin banyak tugas manajerialnya, dan semakin sedikit tugas teknisnya. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi semakin banyak tugas teknisnya dan semakin sedikit tugas manajerialnya.

Tugas manajerial dilaksanakan oleh pejabat struktural. Bentuk dari tugas manajerial adalah membuat peraturan/keputusan (bescikking) yang dapat berupa peraturan gubernur sampai kepada keputusan yang terendah. Boleh jadi seorang PNS tidak mempunyai wewenang untuk menandatangani suatu peraturan, namun dalam praktek draft peraturan perundang-undangan tersebut dirancang oleh PNS, baik yang mempunyai jabatan fungsional, apalagi pejabat struktural.

Selain mempunyai tugas membuat peraturan/keputusan yang bersifat umum, PNS juga mempunyai wewenang membuat keputusan/ketetapan (bescikking) yang sifatnya individual, konkrit, sebagai pelaksanaan dari peraturan/keputusan. Jadi PNS mempunyai wewenang membuat peraturan dan melaksanakan peraturan tersebut.

Bandingkan dengan tugas hakim yang hanya bertugas membuat keputusan/ketetapan yang bersifat invidual, dan konkrit. Tugas PNS jauh melebihi tugas dan tanggung jawab hakim, bahkan dapat dikatakan dua kali lebih berat dari tugas hakim. Terhadap tugas hakim yang hanya membuat keputusan/ketetapan, Rasulullah s.a.w. telah meberikan ancaman bahwa hanya satu dari tiga hakim yang masuk surga, yaitu hakim yang mengetahui hukum yang benar dan mengambil keputusan dengan benar. Inilah hakim yang punya kompetensi tentang tugasnya dan jujur dalam menerapkan ilmunya. Tentu saja ancaman yang tersirat diberikan Rasulullah s.a.w. kepada PNS dapat saja lebih berat lagi karena perbuatan curang dan kebodohan tersebut dapat saja dilakukan oleh PNS/Pejabat, bukan hanya pada tahap membuat keputusan/ketetapan (bescikking), tetapi juga dapat dilaksanakan pada tahap membuat peraturan/kebijakan (regeling). Perbuatan curang atau kebodohan dalam membuat peraturan/keputusan jauh lebih besar akibat kerugiannya kepada masyarakat dibanding kerugian akibat membuat keputusan/ketetapan (bescikking).

Mencermati hadis Rasulullah s.a.w. tersebut di atas, secara sepintas mungkin akan terasa aneh bahwa ada seorang hakim yang yang bodoh, tidak mengerti hukum. Atau ada orang yang mau mengangkat seorang hakim yang bodoh, atau ada orang tidak mengerti hukum tetapi mau menyandang jabatan hakim. Kalau kita pikir-pikir ucapan Rasulullah itu tidak ada yang aneh, iman kita mengatakan bahwa pernyataan itu adalah benar. Bukankah banyak orang yang merasa pintar, sehingga meminta dan berusaha mendapatkan jabatan dengan berbagai cara? Atau bukankah banyak orang yang mengangkat seseorang dalam jabatan bukan berdasarkan kompetensi, tetapi berdasarkan upeti atau kedekatan? Karena itu Rasulullah s.a.w. memberitahu dengan ancaman masuk neraka bagi orang-orang yang bertugas membuat keputusan/ketetapan tetapi berlaku curang atau membuat keputusan/ketetapan yang bodoh karena memang tidak mempunyai kompetensi dalam jabatannya. Naudzu billahi min zaalik.

Kalau Rasulullah s.a.w. memberi informasi kepada dua jenis hakim yang masuk neraka, bagaimana dengan PNS yang curang, membuat kesalahan dalam membuat peraturan dan keputusan. Dua hakim yang masuk neraka hanya membuat kesalahan dalam satu fungsi yaitu membuat keputusan. PNS bisa membuat kesalahan dalam melaksanakan dua fungsi yaitu curang/membuat kesalahan dalam membuat peraturan (regeling), dan curang/ membuat kesalahan dalam membuat keputusan (beziking).

Sebagai PNS yang beriman dan bertaqawa, kalau tadinya kita tidak merasa bahwa hadis Rasulullah s.a.w. di atas tidak ada sangkut pautnya dengan kita, kiranya kini saatnya kita merasakan bahwa ancaman Rasulullah s.a.w. kepada kita jauh lebih berat bila kita tidak melaksanakan tugas kita dengan jujur, bersih, transparan, pfofesional, dan amanah. Kemungkinan kita untuk berbuat kesalahan jauh lebih besar dari pada seorang hakim. Boleh jadi niat kita membuat peraturan tidak untuk kepentingan orang banyak, tetapi untuk kepentingan pribadi, keluarga kelompok. Kemudian kita tindak lanjuti lagi dengan keputusan/ketetapan yang bersifat individual dan konkrit. Bisa saja hal itu tidak terlihat oleh masyarakat karena kepintaran dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikannya. Namun Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Kalau tidak di dunia di akhirat kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban kita.

Walaupun demikian, sebagai pejabat publik, kita tidak boleh berkecil hati. Rasullah s.a.w. telah memberi kabar gembira kepada hakim (pejabat) yang mempunyai kompetensi dalam memegang suatu jabatan, dan bersungguh-sungguh untuk membuat membuat keputusan yang benar dan adil. Karena kesungguhannnya (ijtihad) bila ia membuat keputusan dengan benar maka untuknya dua pahala. Sebaliknya, bila ia sudah mempunyai kompetensi dan berupaya dengan sekuat tenaga (ijtihad) untuk membuat suatu keputusan yang adil dan benar, namun sebagai manusia ternyata kemudian keputusan tersebut mengandung kesalahan, maka ia tetap medapat pahala satu atas kesungguhannya tersebut.

Selain itu Rasulullah s.a.w. juga telah menjanjikan kepada pemimpin (pejabat) yang adil bahwa ia adalah orang pertama yang mendapat perlindungan Allah kelak di akhirat, pada saat itu tiada lindungan kecuali lindungan Allah swt.

Karena itu, selagi peluang masih ada, jabatan masih di tangan, mari kita pergunakan kesempatan yang ada untuk berlomba-lomba meraih kebaikan, mencari rdho Allah, lindungan Allah, dan nikmat surga di akhirat yang abadi. (Intansurullah Yansurkum).

.

Tidak ada komentar: