Senin, 30 Juni 2008

EMOTIONAL DIVORCE



Oleh Dr. Susy Setiowati P, M.Pd
Widyaiswara Madya Kantor Diklat Prov. DKI Jakarta

Setiap orang yang sudah berumah tangga tentu saja tidak ingin perkawinannya berantakan karena kehadiran pihak ketiga yang sama sekali tidak diharapkan. Namun kenyataannya belakangan ini semakin banyak kasus-kasus perceraian yang terjadi karena ternyata sang suami atau istri berselingkuh; bahkan ada pula yang suaminya menikah lagi dan punya anak selama bertahun-tahun tanpa diketahui oleh pihak istri pertamanya.
Realistis atau pun tidak, mau diterima atau pun disanggah, kenyataan bahwa affair yang dilakukan seorang wanita dengan pria yang sudah berkeluarga, sebenarnya menjadi masalah yang sangat serius dan akan menyita tidak hanya waktu dan energi, tetapi juga seluruh kehidupan dan vitalitasnya; dan kondisi ini sering menyebabkan seorang wanita kehilangan harga diri.
Setiap affair yang dibuat pasti dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dan itu sebenarnya sudah menjadi beban bagi pihak wanitanya.
Siapapun yang mengalami kejadian ini tentu akan merasa sangat terpukul, marah, sakit hati, benci pada suami / istri dan selingkuhannya, hilang total kepercayaan, tidak lagi bisa menghormati pasangan, hingga akhirnya tidak mampu lagi membangun cinta kasih dan persahabatan yang selama ini menjadi pengikat dalam kehidupan perkawinan mereka. Banyak yang mengatakan bahwa sulit sekali bagi mereka untuk kembali mencintai setelah dikhianati sekian lama sehingga meskipun perkawinan tersebut bisa diselamatkan, namun tetap saja hatinya sudah menjadi dingin dan hubungan mereka jadi hambar.
Memang, ada pula rumah tangga yang tampak tidak terusik ketika masalah perselingkuhan melanda kehidupan pasangan itu. Pada kasus demikian sebenarnya dalam hubungan antara suami dengan istri sudah sejak lama tidak ada lagi ikatan cinta kasih di antara mereka. Istilahnya, di antara mereka sudah terjadi emotional divorce sejak bertahun-tahun lampau sehingga tidak peduli lagi apa yang akan terjadi. Ikatan perkawinan yang ada di antara mereka pada dasarnya sudah tidak ada artinya apa-apa jauh sebelum masalah perselingkuhan itu terjadi.
Ada pula kasus-kasus di mana istri menemukan bahwa suaminya selingkuh dengan wanita lain, namun tetap berusaha mempertahankan keutuhan perkawinan tersebut karena demi kehidupan anak-anak mereka di kemudian hari, supaya mereka tetap mendapatkan jaminan hidup yang layak. Alasan kedua adalah karena diri sang istri sendiri yang merasa tidak mampu hidup sendiri, entah karena alasan ekonomi atau pun karena alasan psikologis. Jadi, jika ada di antara Anda yang mempunyai teman yang berselingkuh atau mungkin Anda sendiri yang sudah melangkah pada kehidupan semacam itu, Cobaah untuk lebih realistis dan obyektif dalam memandang persoalan yang sedang dihadapi agar pada akhirnya apa yang dilakukan tidak merusak kehidupan kita sendiri dan kehidupan orang lain. Sebab, bagaimana pun juga bagi kaum wanita, akan lebih sulit untuk tidak melibatkan emosi secara mendalam terhadap sang pria karena memang wanita lebih sensitif dan emosional dibandingkan pria yang sering dikatakan rasional. Sebaliknya, akan lebih mudah bagi pria untuk memutuskan hubungan perselingkuhan jika pada saatnya nanti berhadapan dengan pilihan sulit atau pun sadar dengan sendirinya, karena pria seringkali tidak sampai melibatkan emosinya yang paling dalam. Namun jika ternyata dalam hubungan perselingkuhan tersebut keduanya sudah terlalu jauh baik dalam hal emosional maupun seksual, maka kondisi tersebut sudah dapat dikatakan ancaman serius bagi rumah tangga pihak yang sudah berkeluarga.
Mengapa affair secara sembunyi-sembunyi menjadi beban bagi pihak wanitanya?. Alasannya mudah saja :
1. Semua kegiatan harus dilakukan dan dijaga ketat kerahasiaannya, seperti kapan bertemu dan dimana tempatnya; mereka juga harus menjaga agar tidak terlihat bersama-sama di depan umum agar mengundang kecurigaan apalagi di Indonesia yang kultur adat istiadat dan keagamaannya masih kuat.
2. Seorang wanita yang menjadi WIL (wanita intim lain) bagi seorang pria yang sudah berkeluarga, harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus mampu dan mau menjadi prioritas kedua setelah keluarga sang pria. Dengan demikian, ia harus mengikuti segala jadwal, kegiatan dan rencana dari pihak pria. Akibatnya, pihak wanita tersebut harus rela kehilangan kebebasan dalam mengatur waktunya sendiri karena harus menyesuaikan dengan waktu sang pria. Sang wanita harus menerima kenyataan, bahwa dirinya harus menduduki urutan ke sekian dalam kehidupan sang pria setelah anak-anaknya, istrinya dan pekerjaannya. Padahal, pekerjaan menunggu itu saja sudah menyita tidak hanya waktu namun juga energi sehingga dirinya sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas-aktivitas yang positif atau pun terarah untuk sesuatu yang lebih baik bagi kehidupannya sendiri.
3. Sekali seorang wanita mau menjadi WIL pria yang sudah berkeluarga, secara tidak disadarinya ia sudah mengorbankan pengendaliannya terhadap kehidupannya. Secara tidak disadari ia mengorbankan kebebasan diri sendiri sehingga akhirnya tidak mampu lagi mempertahankan citra bahwa dirinya dahulu wanita yang sangat penuh kendali. Kondisi ini lama kelamaan menurunkan harga dirinya. Apalagi jika sang pria tidak menepati janji misalnya untuk menceraikan istri sahnya, maka ia akan lebih merasa sakit hati dan kecewa; kecuali jika sejak awal ia sudah membatasi keterlibatan emosional secara mendalam terhadap sang pria sebagai antisipasi terhadap kekecewaan (namun seringkali bagi pihak wanita hal tersebut tidak mungkin terjadi, karena justru wanita lah yang sering melibatkan faktor emosional pada si pria).
4. Mengatasi masalah ketidaksetiaan bukan sekadar mengenai mengapa hal ini bisa terjadi, tetapi lebih kepada bagaimana Anda menyikapinya. Banyak kenyataan menunjukkan, wanita yang terlibat affair dengan pria yang sudah berkeluarga, pada akhirnya mengalami kepahitan, kekecewaan, sakit hati, perasaan dikhianati karena dirinya sudah sangat tergantung baik secara emosional maupun secara materi dengan si pria yang sudah berkeluarga tersebut. Di lain pihak, mungkin ia sendiri juga merasa bersalah dan cemas jika ternyata berhasil memaksa si pria untuk meninggalkan keluarganya. Akhirnya, setiap saat si wanita merasakan pergumulan batin terus-menerus dan konflik yang menguras energi sehingga lama kelamaan energi negatif tersebut dapat menghancurkan kehidupan, karir, dan dirinya sendiri.
Cobalah anda menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini untuk menilai emosional Anda sudah tergolong berat atau masih ringan.
1. Apakah Anda menyentuhnya dengan cara yang wajar, misalnya
membersihkan kotoran di kemejanya?
2. Apakah Anda menceritakan kepadanya secara rinci apa yang Anda dan
pasangan lakukan sehari-hari?
3. Apakah kadar mengobrol dengannya lebih sering daripada dengan
pasangan?
4. Apakah pasangan tidak tahu sudah berapa kali Anda bertemu dengan
orang ketiga tersebut?
5. Apakah Anda memperhatikan penampilan sebelum bertemu
dengannya?
6. Apakah menurut Anda ketertarikan ini karena Anda berdua mempunyai
minat yang sama?
7. Pernahkah salah satu dari Anda berdua mengatakan, "Saya menyukai
kamu tetapi sebaiknya saya harus bisa membatasi diri karena
saya/kamu sudah menikah."
8. Apakah Anda merasa tidak nyaman bila foto Anda dengan orang ketiga
dilihat oleh suami/istri/pasangan?

Nah berapa jumlah jawaban yang anda jawab dengan ”Ya” ? Coba lihat hasilnya. Emosional anda sudah tergolong berat atau masih ringan.

Jika 0-1: Yang Anda jalani bersama orang ketiga itu murni persahabatan,
tidak berbahaya.
Jika 2-4: Hati-hati karena Anda nyaris tergelincir. Lebih baik mundur,
mulailah jaga jarak.
Bila 5 atau lebih: Tanda bahaya sudah berbunyi, alias Anda terlibat perselingkuhan emosional. Bila berada di tingkatan ” berhati-hati”,
artinya anda sebetulnya masih mencintai pasangan, hanya saja Anda sedang tertarik pada orang lain, nah anda masih dapat dan harus memberi batasan Jika telah melampui batas, terbenam dalam perselingkuhan tetapi telah terikat dengan seseorang, Anda masih bisa berusaha memperbaiki hubungan dengan pasangan. Biasanya, sesudah melewati perselingkuhan untuk beberapa lama, akhirnya orang-orang yang berselingkuh ingin kembali kepada pasangannya.
Reaksi Emosi Yang Muncul Akibat Perselingkuhan
Weni adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama menikah dan mempunyai 2 orang anak. Ia merasa sangat terkejut dan syok ketika suaminya ketahuan dan berterus terang padanya bahwa dirinya berselingkuh, meskipun sejak saat itu suaminya mengaku sudah menghentikan perbuatannya dan ingin kembali ke keluarganya karena merasa bersalah dan berdosa. Weni merasa dibohongi, dikhianati dan dibodohi oleh suami karena selama ini dia sama sekali tidak melihat tanda-tanda yang mencurigakan. Jadi, Weni tidak habis pikir, kenapa selama ini sampai tidak tahu perbuatan suaminya itu, dan apa pula kesalahannya sampai sang suami tega mengkhianatinya !
Kesedihan dan kekecewaan itu benar-benar dirasakan secara mendalam oleh Weni, sampai dia sendiri akhirnya tidak mengerti kenapa setelah peristiwa itu tubuhnya sering bereaksi secara aneh. Seperti waktu sedang membaca majalah, tiba-tiba saja jantungnya berdetak keras sekali; atau ketika sedang masak, tiba-tiba ia merasa kaku dan tangannya tidak bisa digerakkan; pada waktu sedang menonton televisi, tiba-tiba saja tangannya berkeringat. Pada waktu mengahadiri resepsi pernikahan, tiba-tiba badan gemetar dan membenci suaminya, serasa ingin marah, karena teringat ketika suaminya secara diam-diam menikah dibawah tangan dengan wanita lain. Selain itu, Weni juga kehilangan nafsu makan dan berat badannya makin lama makin turun.
Weni sulit sekali melupakan apa yang sudah diperbuat oleh suami terhadapnya. Berkali-kali muncul dalam pikiran bayangan ketika suaminya sedang bermesra-mesraan dengan selingkuhannya, atau sedang makan malam berdua, ketika suaminya sedang memeluk dan memegang tangannya, apalagi ketika tidak pulang dengan alasan ada tugas ke luar kota…. melakukan hubungan sex, membayangkan apa yang terjadi di antara mereka semakin membuat perasaan Weni hancur dan sangat tersayat. Apalagi ketika Weni membaca tulisan menurut pandangan para ahli di media masa, ditemukan bahwa ternyata para suami yang pernah dan ketahuan berselingkuh pada umumnya tidak ingin mengakhiri perselingkuhannya tersebut. Para suami tersebut lebih suka jika diijinkan untuk menjalani kedua kehidupan tersebut, menikah dan juga punya affair, hati Weni menjadi ragu akan janji-janji suami untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Weni sendiri menyadari, bahwa setelah pengakuan suaminya itu ia malah jadi sering curiga dan tidak percaya pada semua kata-kata dan aktivitas suaminya. Sering mengungkit-ungkit perbuatan penghianatan suami terhadap dirinya dan keluarganya. Alam bawah sadar Weni selalu muncul setiap saat dan sulit dihapus dari kehidupannya, karena luka yang amat mendalam. Untuk itu, ia sering memonitor setiap gerakan suaminya. Tidak hanya itu, Weni jadi mudah sekali tersinggung, dan hampir semua kata-kata suaminya ditanggapi dengan kemarahan. Weni merasa dirinya semakin sulit mengendalikan emosinya sendiri.
Menurut pandangan para ahli, reaksi yang terlihat pada Weni adalah reaksi yang wajar jika seseorang menghadapi suami yang berselingkuh, dan reaksi tersebut mengindikasikan bahwa Weni mengalami serangan kecemasan dan gejala-gejala seperti layaknya orang yang mengalami peristiwa traumatis. Biasanya, pasangan yang menghadapi masalah perselingkuhan akan mengalami kondisi depresi yang lebih berat ketimbang pasangan yang sedang mengalami permasalahan lainnya. Suami/Istri yang berselingkuh selalu menciptakan kebohongan dan kebohongan tersebut akan berlanjut dari satu kebohongan ke kebohongan-kebohongan lainnya. Tidak jarang salah satu pihak karena tidak tahan akan beban mental yang harus ditanggung, akhirnya memutuskan untuk bunuh diri atau membunuh pasangannya. Memang tindakan tersebut kelihatannya sangat ekstrim, namun pada kenyataannya hal tersebut sering terjadi, apalagi di Indonesia. Pengaruh Psikologis yang terjadi pada anak-anak, ketika orang tuanya sedang mengalami EMOTIONAL DIVORCE karena perselingkuhan keluarga, yang sangat dirugikan selain yang bersangkutan juga tentang kondisi kejiwaan anak , misalnya selalu cemas, gampang marah, tidak betah dirumah, narkoba, mabuk-mabukan, minder, dan bahkan berani melawan orang tua karena tidak bisa memberi keteladanan pada keluarganya.
Mengingat kemungkinan yang akan terjadi jika dalam kehidupan sebuah keluarga sedang dilanda masalah perselingkuhan, maka jika masih ingin menyelamatkan kehidupan perkawinan, sebaiknya meminta bantuan orang-orang yang ahli seperti halnya konselor perkawinan atau pun terapis agar tekanan emosional dan energi negatif yang berputar-putar dalam keluarga tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Secara singkat, tahapan-tahapan di bawah ini baik untuk dilakukan jika ada di antara Anda yang mengalami masalah serupa di atas :
Biarkan diri Anda mengalami segala macam perasaan yang berkecamuk dalam hati dan pikiran, jangan ditekan atau pun di tahan-tahan karena emosi yang ditekan hanya akan menghabiskan energi yang diperlukan untuk membangun kembali kehidupan Anda. Energi negatif yang ditahan-tahan justru akan membuat diri Anda semakin dilingkupi kemarahan dan sulit untuk bisa berpikir dan bertindak positif.
Cobalah meminta bantuan terapis, konselor atau pun orang-orang yang ahli dalam mengatasi persoalan perkawinan. Carilah terapis yang benar-benar mampu membantu Anda mengekspresikan perasaan dan mengendalikan perasaan Anda tersebut.
3. Curahkanlah segala perasaan, kepahitan dan kekecewaan Anda pada Tuhan, karena pada akhirnya Tuhan pasti akan membantu Anda mengatasi kerumitan hidup jika Anda memang benar-benar menghendakinya.
Akhirnya, Pikirkanlah matang-matang sebelum melakukan. semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menjadikan renungan bagi suami/istri dan kaum muda. Selamat membaca !.
Konsultasi dapat melalui email:susysetiawati@gmail.com

REFERENSI


Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga Dirjen Pemberdayaan Sosial, Standarisasi Pemberdayaan Peran Keluarga, Jakarta : Depsos , 2002.

______, Pedoman Bimbingan Keluarga Melalui Kelompok Usaha Keluarga Muda Bina Mandiri (KUBE-KMM),Jakarta:Depsoso 2002.

Goode, William J, Sosiologi Keluarga, Jakarta : Bumi Aksara, Cet IV, 1995.

Tidak ada komentar: