Minggu, 29 Juni 2008

UTAMAKAN KEPENTINGAN UMUM

Oleh Amir Bahar

Dari Abu Qatadah r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersbda,” Orang yang melayani minum suatu kaum hendaknya ia orang yang paling akhir. Maksudnya ia adalah orang yang paling akhir minum. (HR Tirmidzi).

Dalam memahami hadis ini kita dapat mengambil contoh seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanah untuk memberi minum orang banyak di tengah masyarakat. Misalnya dalam suatu pesta seseorang ditugaskan oleh majikannya untuk menjaga suatu pojok minuman agar dapat memberikan pelayanan bagi tamu yang membutuhkan minuman. Oleh Rasulullah s.a.w. akhlak yang berlaku bagi orang tersebut adalah bahwa ia orang terakhir minum setelah tamu-tamunya selesai minum.

Adalah tidak pantas baginya minum mendahului tamunya, atau ikut rebutan minuman bersama tamunya. Jika sampai terjadi seorang pelayan pojok minuman berprilaku seperti itu, jika diketahui oleh majikannya niscaya dia akan ditegor, diberi sanksi, bahkan mungkin saja dipecat. Bagi tamunya prilaku tuan rumah tersebut bisa jadi dirasakan tidak menyenangkan, dan akan berpengaruh terhadap reputasi tuan rumah.

Di tengah masyarakat, orang atau lembaga yang diberi amanah untuk memenuhi kebutuhan minum yang layak bagi orang banyak adalah perusahaan air minum (PAM). Di perkotaan sebahagian besar kebutuhan air minum dipasok oleh PAM. Kita baru merasakan betapa pentingnya peranan PAM tatkala air tidak mengalir ke rumah kita. Jangankan selama seminggu, dua hari saja air PAM tidak mengalir kita akan kesulitan. Dan bagaimana perasaan masyarakat tatkala mereka tidak dapat air, sementara petugas lebih dulu mengambil air untuk kepentingan mereka. Kalau terjadi hal seperti ini tentu akan timbul ketidakadilan dan masyarakat bisa marah.

Bila kita renungkin dengan mata hati, pesan Rasulullah s.a.w. tersebut sangat dalam artinya bagi pemegang amanah yang mengurus kepentingan orang banyak. Air adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Semua orang butuh air, yang kaya, yang miskin, di kota maupun di desa.semua butuh air.

Yang bertugas mengurus kebutuhan dasar orang banyak adalah pemerintah. Pemerintah adalah organisasi yang menjalankan tugas pemerintahan dalam mencapai tujuan Negara dalam mensejahterakan kehidupan rakyat.

Sejalan dengan pesan dalam hadis Rasulullah s.a.w. tersebut maka orang-orang yang diberi amanah untuk mengurus kesejahteraan rakyat seyogyanya lebih mengutamakan rakyat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya Keberpihakan kepada rakyat tersebut harus terwujud dalam bentuk kebijakan, sikap, dan prilakunya.

Ketaatan terhadap akhlak mulia yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. tersebut akan menguntungkan semua pihak. Rakyat merasa diayomi, dan kesejahteraan mereka akan membaik. Sebaliknya tingkat kepercyaan rakayat kepada pemerintah akan meningkat. Antara rakyat dan pemerintah akan saling menicintai.

Namun bila sebaliknya. Akhlak yang dianjurkan Rasulullah s.a.w. diabaikan, orang yang diberi amanah mengurus orang banyak cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya, dibandingkan kepentingan rakyat yang semestinya lebih utama untuk diurus, maka boleh jadi akan muncul ketidakharmonisan antara pemimipin dengan rakyat. Bukan tidak mungkin pada saat tertentu rakyat mencabut kembali kewenangan pemimpin untuk memerintah. Kalaulah rakyat tidak mampu mencabut kewenangan tersebut karena kedudukannya yang lemah, boleh jadi mereka berdoa kepada Allah mengadukan nasib mereka yang dizalimi. Kita perlu waspada bahwa doa orang yang terazilimi sangat makbul.

Peristiwa terbitnya sebuah Peraturan Pemerintah yang memberikan kelebihan kesejahteraan bagi Wakil Rakyat beberapa waktu yang lalu cukup memberi pelajaran bagi kita. Tatkala orang yang diberi wewenang mengurus rakyat lebih dahulu mengambil kesejahteraan dibanding rakyat menimbulkan kemarahan rakyat. Orang-orang yang terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut mendapat sorotan kecaman dari berbagai pihak. Akhirnya kebijakan tersebut harus direvisi.

Dalam sejarah pemerintahan Islam, pada abad ke 7 M Khalifah Umar bin Khattab sebelum mengangkat seseorang dalam jabatan terlebih dahulu menghitung kekayaan mereka. Setelah berakhir jabatannya, kalau ternyata ada kelebihannya maka kebersihan pejabat tersebut diragukan. Adakalanya kekayaan itu dirampas dengan mengatakan kepada mereka, “Kami mengirim kalian sebagai pejabat, bukan sebagai pedagang.” Bandingkan dengan kita yang baru menerapkan kewajiban melaporkan harta kekayaan kepada KPK.

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim Rasulullah s.a.w. bersabda, “ Tidak seorang pembesar/penguasa/pemimpin (amiir) pun yang menguasai atau yang memerintah kaum muslimin, tetapi dia tidak berjuang dengan sungguh-sungguh dan tidak memberikan pengarahan untuk kemakmuran mereka, niscaya Allah tidak membolehkannya masuk surga bersama-sama dengan mereka.

Mari sekali lagi kita ulangi membaca hadis ini. Rasulullah s.a.w. memberitahu bahwa Allah tidak membolehkan masuk surga pemimpin yang mengurus kaum muslimin tetapi tidak berjuang dengan sungguh-sungguh. Kalau tidak boleh masuk surga, lalu tempatnya di mana? Tentu di neraka karena di akhirat hanya ada surga atau neraka. Naudzubillahi mindzalika.

Kedua hadis tersebut perlu menjadi renungan bagi kita selaku pegawai negeri. Mendahulukan kepentingan rakyat adalah suatu keharusan bagi kita. Tugas kita melayani, bukan dilayani. Sebagai pelayan tentu kita akan ikhlas bila kepada pelanggan memberikan pelayanan yang paling baik.

Dapatkah kita membayangkan bahwa suatu saat majikan kita akan mengevaluasi tugas kita. Bila majikan kita tidak puas kita bisa mendapat tegoran, peringatan, bahkan sanksi pemecatan. Siapa saja majikan kita? Majikan kita adalah pelanggan kita, rakyat, dan yang lebih besar lagi adalah Allah SWT. sebagai pemberi amanah. Kalau evaluasi itu dilakukan di dunia, kita masih punya kesempatan untuk mmelakukan perbaikan. Bagaimana kalau evaluasi hanya dilakukan di akhirat kelak tanpa ada kesempatan untuk melakukan perbaikan? Karena itu lebih baik kita melakukan evaluasi sendiri sebelum hari perhitungan itu datang.

Tidak ada komentar: