Senin, 30 Juni 2008

EMOTIONAL DIVORCE



Oleh Dr. Susy Setiowati P, M.Pd
Widyaiswara Madya Kantor Diklat Prov. DKI Jakarta

Setiap orang yang sudah berumah tangga tentu saja tidak ingin perkawinannya berantakan karena kehadiran pihak ketiga yang sama sekali tidak diharapkan. Namun kenyataannya belakangan ini semakin banyak kasus-kasus perceraian yang terjadi karena ternyata sang suami atau istri berselingkuh; bahkan ada pula yang suaminya menikah lagi dan punya anak selama bertahun-tahun tanpa diketahui oleh pihak istri pertamanya.
Realistis atau pun tidak, mau diterima atau pun disanggah, kenyataan bahwa affair yang dilakukan seorang wanita dengan pria yang sudah berkeluarga, sebenarnya menjadi masalah yang sangat serius dan akan menyita tidak hanya waktu dan energi, tetapi juga seluruh kehidupan dan vitalitasnya; dan kondisi ini sering menyebabkan seorang wanita kehilangan harga diri.
Setiap affair yang dibuat pasti dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dan itu sebenarnya sudah menjadi beban bagi pihak wanitanya.
Siapapun yang mengalami kejadian ini tentu akan merasa sangat terpukul, marah, sakit hati, benci pada suami / istri dan selingkuhannya, hilang total kepercayaan, tidak lagi bisa menghormati pasangan, hingga akhirnya tidak mampu lagi membangun cinta kasih dan persahabatan yang selama ini menjadi pengikat dalam kehidupan perkawinan mereka. Banyak yang mengatakan bahwa sulit sekali bagi mereka untuk kembali mencintai setelah dikhianati sekian lama sehingga meskipun perkawinan tersebut bisa diselamatkan, namun tetap saja hatinya sudah menjadi dingin dan hubungan mereka jadi hambar.
Memang, ada pula rumah tangga yang tampak tidak terusik ketika masalah perselingkuhan melanda kehidupan pasangan itu. Pada kasus demikian sebenarnya dalam hubungan antara suami dengan istri sudah sejak lama tidak ada lagi ikatan cinta kasih di antara mereka. Istilahnya, di antara mereka sudah terjadi emotional divorce sejak bertahun-tahun lampau sehingga tidak peduli lagi apa yang akan terjadi. Ikatan perkawinan yang ada di antara mereka pada dasarnya sudah tidak ada artinya apa-apa jauh sebelum masalah perselingkuhan itu terjadi.
Ada pula kasus-kasus di mana istri menemukan bahwa suaminya selingkuh dengan wanita lain, namun tetap berusaha mempertahankan keutuhan perkawinan tersebut karena demi kehidupan anak-anak mereka di kemudian hari, supaya mereka tetap mendapatkan jaminan hidup yang layak. Alasan kedua adalah karena diri sang istri sendiri yang merasa tidak mampu hidup sendiri, entah karena alasan ekonomi atau pun karena alasan psikologis. Jadi, jika ada di antara Anda yang mempunyai teman yang berselingkuh atau mungkin Anda sendiri yang sudah melangkah pada kehidupan semacam itu, Cobaah untuk lebih realistis dan obyektif dalam memandang persoalan yang sedang dihadapi agar pada akhirnya apa yang dilakukan tidak merusak kehidupan kita sendiri dan kehidupan orang lain. Sebab, bagaimana pun juga bagi kaum wanita, akan lebih sulit untuk tidak melibatkan emosi secara mendalam terhadap sang pria karena memang wanita lebih sensitif dan emosional dibandingkan pria yang sering dikatakan rasional. Sebaliknya, akan lebih mudah bagi pria untuk memutuskan hubungan perselingkuhan jika pada saatnya nanti berhadapan dengan pilihan sulit atau pun sadar dengan sendirinya, karena pria seringkali tidak sampai melibatkan emosinya yang paling dalam. Namun jika ternyata dalam hubungan perselingkuhan tersebut keduanya sudah terlalu jauh baik dalam hal emosional maupun seksual, maka kondisi tersebut sudah dapat dikatakan ancaman serius bagi rumah tangga pihak yang sudah berkeluarga.
Mengapa affair secara sembunyi-sembunyi menjadi beban bagi pihak wanitanya?. Alasannya mudah saja :
1. Semua kegiatan harus dilakukan dan dijaga ketat kerahasiaannya, seperti kapan bertemu dan dimana tempatnya; mereka juga harus menjaga agar tidak terlihat bersama-sama di depan umum agar mengundang kecurigaan apalagi di Indonesia yang kultur adat istiadat dan keagamaannya masih kuat.
2. Seorang wanita yang menjadi WIL (wanita intim lain) bagi seorang pria yang sudah berkeluarga, harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus mampu dan mau menjadi prioritas kedua setelah keluarga sang pria. Dengan demikian, ia harus mengikuti segala jadwal, kegiatan dan rencana dari pihak pria. Akibatnya, pihak wanita tersebut harus rela kehilangan kebebasan dalam mengatur waktunya sendiri karena harus menyesuaikan dengan waktu sang pria. Sang wanita harus menerima kenyataan, bahwa dirinya harus menduduki urutan ke sekian dalam kehidupan sang pria setelah anak-anaknya, istrinya dan pekerjaannya. Padahal, pekerjaan menunggu itu saja sudah menyita tidak hanya waktu namun juga energi sehingga dirinya sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas-aktivitas yang positif atau pun terarah untuk sesuatu yang lebih baik bagi kehidupannya sendiri.
3. Sekali seorang wanita mau menjadi WIL pria yang sudah berkeluarga, secara tidak disadarinya ia sudah mengorbankan pengendaliannya terhadap kehidupannya. Secara tidak disadari ia mengorbankan kebebasan diri sendiri sehingga akhirnya tidak mampu lagi mempertahankan citra bahwa dirinya dahulu wanita yang sangat penuh kendali. Kondisi ini lama kelamaan menurunkan harga dirinya. Apalagi jika sang pria tidak menepati janji misalnya untuk menceraikan istri sahnya, maka ia akan lebih merasa sakit hati dan kecewa; kecuali jika sejak awal ia sudah membatasi keterlibatan emosional secara mendalam terhadap sang pria sebagai antisipasi terhadap kekecewaan (namun seringkali bagi pihak wanita hal tersebut tidak mungkin terjadi, karena justru wanita lah yang sering melibatkan faktor emosional pada si pria).
4. Mengatasi masalah ketidaksetiaan bukan sekadar mengenai mengapa hal ini bisa terjadi, tetapi lebih kepada bagaimana Anda menyikapinya. Banyak kenyataan menunjukkan, wanita yang terlibat affair dengan pria yang sudah berkeluarga, pada akhirnya mengalami kepahitan, kekecewaan, sakit hati, perasaan dikhianati karena dirinya sudah sangat tergantung baik secara emosional maupun secara materi dengan si pria yang sudah berkeluarga tersebut. Di lain pihak, mungkin ia sendiri juga merasa bersalah dan cemas jika ternyata berhasil memaksa si pria untuk meninggalkan keluarganya. Akhirnya, setiap saat si wanita merasakan pergumulan batin terus-menerus dan konflik yang menguras energi sehingga lama kelamaan energi negatif tersebut dapat menghancurkan kehidupan, karir, dan dirinya sendiri.
Cobalah anda menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini untuk menilai emosional Anda sudah tergolong berat atau masih ringan.
1. Apakah Anda menyentuhnya dengan cara yang wajar, misalnya
membersihkan kotoran di kemejanya?
2. Apakah Anda menceritakan kepadanya secara rinci apa yang Anda dan
pasangan lakukan sehari-hari?
3. Apakah kadar mengobrol dengannya lebih sering daripada dengan
pasangan?
4. Apakah pasangan tidak tahu sudah berapa kali Anda bertemu dengan
orang ketiga tersebut?
5. Apakah Anda memperhatikan penampilan sebelum bertemu
dengannya?
6. Apakah menurut Anda ketertarikan ini karena Anda berdua mempunyai
minat yang sama?
7. Pernahkah salah satu dari Anda berdua mengatakan, "Saya menyukai
kamu tetapi sebaiknya saya harus bisa membatasi diri karena
saya/kamu sudah menikah."
8. Apakah Anda merasa tidak nyaman bila foto Anda dengan orang ketiga
dilihat oleh suami/istri/pasangan?

Nah berapa jumlah jawaban yang anda jawab dengan ”Ya” ? Coba lihat hasilnya. Emosional anda sudah tergolong berat atau masih ringan.

Jika 0-1: Yang Anda jalani bersama orang ketiga itu murni persahabatan,
tidak berbahaya.
Jika 2-4: Hati-hati karena Anda nyaris tergelincir. Lebih baik mundur,
mulailah jaga jarak.
Bila 5 atau lebih: Tanda bahaya sudah berbunyi, alias Anda terlibat perselingkuhan emosional. Bila berada di tingkatan ” berhati-hati”,
artinya anda sebetulnya masih mencintai pasangan, hanya saja Anda sedang tertarik pada orang lain, nah anda masih dapat dan harus memberi batasan Jika telah melampui batas, terbenam dalam perselingkuhan tetapi telah terikat dengan seseorang, Anda masih bisa berusaha memperbaiki hubungan dengan pasangan. Biasanya, sesudah melewati perselingkuhan untuk beberapa lama, akhirnya orang-orang yang berselingkuh ingin kembali kepada pasangannya.
Reaksi Emosi Yang Muncul Akibat Perselingkuhan
Weni adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama menikah dan mempunyai 2 orang anak. Ia merasa sangat terkejut dan syok ketika suaminya ketahuan dan berterus terang padanya bahwa dirinya berselingkuh, meskipun sejak saat itu suaminya mengaku sudah menghentikan perbuatannya dan ingin kembali ke keluarganya karena merasa bersalah dan berdosa. Weni merasa dibohongi, dikhianati dan dibodohi oleh suami karena selama ini dia sama sekali tidak melihat tanda-tanda yang mencurigakan. Jadi, Weni tidak habis pikir, kenapa selama ini sampai tidak tahu perbuatan suaminya itu, dan apa pula kesalahannya sampai sang suami tega mengkhianatinya !
Kesedihan dan kekecewaan itu benar-benar dirasakan secara mendalam oleh Weni, sampai dia sendiri akhirnya tidak mengerti kenapa setelah peristiwa itu tubuhnya sering bereaksi secara aneh. Seperti waktu sedang membaca majalah, tiba-tiba saja jantungnya berdetak keras sekali; atau ketika sedang masak, tiba-tiba ia merasa kaku dan tangannya tidak bisa digerakkan; pada waktu sedang menonton televisi, tiba-tiba saja tangannya berkeringat. Pada waktu mengahadiri resepsi pernikahan, tiba-tiba badan gemetar dan membenci suaminya, serasa ingin marah, karena teringat ketika suaminya secara diam-diam menikah dibawah tangan dengan wanita lain. Selain itu, Weni juga kehilangan nafsu makan dan berat badannya makin lama makin turun.
Weni sulit sekali melupakan apa yang sudah diperbuat oleh suami terhadapnya. Berkali-kali muncul dalam pikiran bayangan ketika suaminya sedang bermesra-mesraan dengan selingkuhannya, atau sedang makan malam berdua, ketika suaminya sedang memeluk dan memegang tangannya, apalagi ketika tidak pulang dengan alasan ada tugas ke luar kota…. melakukan hubungan sex, membayangkan apa yang terjadi di antara mereka semakin membuat perasaan Weni hancur dan sangat tersayat. Apalagi ketika Weni membaca tulisan menurut pandangan para ahli di media masa, ditemukan bahwa ternyata para suami yang pernah dan ketahuan berselingkuh pada umumnya tidak ingin mengakhiri perselingkuhannya tersebut. Para suami tersebut lebih suka jika diijinkan untuk menjalani kedua kehidupan tersebut, menikah dan juga punya affair, hati Weni menjadi ragu akan janji-janji suami untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Weni sendiri menyadari, bahwa setelah pengakuan suaminya itu ia malah jadi sering curiga dan tidak percaya pada semua kata-kata dan aktivitas suaminya. Sering mengungkit-ungkit perbuatan penghianatan suami terhadap dirinya dan keluarganya. Alam bawah sadar Weni selalu muncul setiap saat dan sulit dihapus dari kehidupannya, karena luka yang amat mendalam. Untuk itu, ia sering memonitor setiap gerakan suaminya. Tidak hanya itu, Weni jadi mudah sekali tersinggung, dan hampir semua kata-kata suaminya ditanggapi dengan kemarahan. Weni merasa dirinya semakin sulit mengendalikan emosinya sendiri.
Menurut pandangan para ahli, reaksi yang terlihat pada Weni adalah reaksi yang wajar jika seseorang menghadapi suami yang berselingkuh, dan reaksi tersebut mengindikasikan bahwa Weni mengalami serangan kecemasan dan gejala-gejala seperti layaknya orang yang mengalami peristiwa traumatis. Biasanya, pasangan yang menghadapi masalah perselingkuhan akan mengalami kondisi depresi yang lebih berat ketimbang pasangan yang sedang mengalami permasalahan lainnya. Suami/Istri yang berselingkuh selalu menciptakan kebohongan dan kebohongan tersebut akan berlanjut dari satu kebohongan ke kebohongan-kebohongan lainnya. Tidak jarang salah satu pihak karena tidak tahan akan beban mental yang harus ditanggung, akhirnya memutuskan untuk bunuh diri atau membunuh pasangannya. Memang tindakan tersebut kelihatannya sangat ekstrim, namun pada kenyataannya hal tersebut sering terjadi, apalagi di Indonesia. Pengaruh Psikologis yang terjadi pada anak-anak, ketika orang tuanya sedang mengalami EMOTIONAL DIVORCE karena perselingkuhan keluarga, yang sangat dirugikan selain yang bersangkutan juga tentang kondisi kejiwaan anak , misalnya selalu cemas, gampang marah, tidak betah dirumah, narkoba, mabuk-mabukan, minder, dan bahkan berani melawan orang tua karena tidak bisa memberi keteladanan pada keluarganya.
Mengingat kemungkinan yang akan terjadi jika dalam kehidupan sebuah keluarga sedang dilanda masalah perselingkuhan, maka jika masih ingin menyelamatkan kehidupan perkawinan, sebaiknya meminta bantuan orang-orang yang ahli seperti halnya konselor perkawinan atau pun terapis agar tekanan emosional dan energi negatif yang berputar-putar dalam keluarga tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Secara singkat, tahapan-tahapan di bawah ini baik untuk dilakukan jika ada di antara Anda yang mengalami masalah serupa di atas :
Biarkan diri Anda mengalami segala macam perasaan yang berkecamuk dalam hati dan pikiran, jangan ditekan atau pun di tahan-tahan karena emosi yang ditekan hanya akan menghabiskan energi yang diperlukan untuk membangun kembali kehidupan Anda. Energi negatif yang ditahan-tahan justru akan membuat diri Anda semakin dilingkupi kemarahan dan sulit untuk bisa berpikir dan bertindak positif.
Cobalah meminta bantuan terapis, konselor atau pun orang-orang yang ahli dalam mengatasi persoalan perkawinan. Carilah terapis yang benar-benar mampu membantu Anda mengekspresikan perasaan dan mengendalikan perasaan Anda tersebut.
3. Curahkanlah segala perasaan, kepahitan dan kekecewaan Anda pada Tuhan, karena pada akhirnya Tuhan pasti akan membantu Anda mengatasi kerumitan hidup jika Anda memang benar-benar menghendakinya.
Akhirnya, Pikirkanlah matang-matang sebelum melakukan. semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menjadikan renungan bagi suami/istri dan kaum muda. Selamat membaca !.
Konsultasi dapat melalui email:susysetiawati@gmail.com

REFERENSI


Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga Dirjen Pemberdayaan Sosial, Standarisasi Pemberdayaan Peran Keluarga, Jakarta : Depsos , 2002.

______, Pedoman Bimbingan Keluarga Melalui Kelompok Usaha Keluarga Muda Bina Mandiri (KUBE-KMM),Jakarta:Depsoso 2002.

Goode, William J, Sosiologi Keluarga, Jakarta : Bumi Aksara, Cet IV, 1995.

Minggu, 29 Juni 2008


DUA DARI TIGA HAKIM MASUK NERAKA



Oleh AMIR BAHAR

Sahabat Buraidah r.a. berkata bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda, ” Hakim ada tiga macam. Dua masuk neraka dan yang satu masuk surga. Hakim yang masuk surga adalah hakim yang mengetahui hukum (peraturan) yang haq (benar) kemudian memberi keputusan dengan hukum tersebut. Sedangkan hakim yang masuk neraka adalah : 1) Hakim yang mengetahui hukum yang benar tetapi curang dalam membuat keputusan; 2) Hakim yang tidak mengetahui hukum yang benar, kemudian membuat keputusan dengan kebodohannya.” ( Hadis Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).

Selaku PNS boleh jadi kita merasa bahwa hadis tersebut tidak ada hubungannya dengan kita. Ancaman dalam hadis tersebut ditujukan kepada hakim (yudikatif) yang bertugas di pengadilan. Berdasarkan teori Trias Politika kekuasaan dipisahkan kepada tiga yaitu : kekuasaan yudikatif (mengadili), kekuasaan legislatif (membuat peraturan), dan kekuasaan eksekutif (melaksanakan peraturan). Tugas dan fungsi PNS Pemrov. DKI Jakarta termasuk ke dalam kekuasaan eksekutif. Sementara hadis di atas menyebutkan hakim yang masuk neraka dan masuk surga. Karena itu kita merasa tidak perlu merenunginya.

Asumsi tersebut belum tentu benar. Ada baiknya bila kita juga mencermati apa saja tugas dan fungsi hakim, sehingga Rasulullah s.a.w. perlu memberi peringatan kepada umatnya bahwa dua dari tiga hakim masuk neraka. Ancaman masuk neraka adalah ancaman yang menggetarkan hati, dan menakutkan orang yang beriman. Karena itu perlu diwaspadai.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesi (KUBI) hakim adalah orang yang mengadili perkara. Hakim diangkat karena penguasaan ilmunya tentang hukum tertentu, kemudian bertugas memutuskan perkara terhadap sengketa yang diajukan kepadanya. Hakim tidak membuat peraturan (regeling), tetapi membuat keputusan/ketetapan (bescikking) berdasarkan peraturan yang ada terhadap pihak-pihak yang bersengketa atau terhadap seseorang yang dituduh melakukan kejahatan atau pelanggaran. Dengan demikian keputusan hakim adalah bersifat individual dan konkrit.

Keputusan yang dibuat hakim dapat menentukan seseorang itu benar atau salah, dapat memberi hak atau mencabut hak, atau menyatakan suatu peraturan itu sah atau tidak berdasarkan peraturan yang lebih tinggi.

Sekarang saatnya kita mencermati tugas kita sebagai PNS Pemrov DKI Jakarta, PNS adalah sesorang yang memenuhi syarat tertentu diangkat dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji. Seorang PNS merupakan aparat pelaksana dari peraturan, mulai dari peraturan tertinggi yaitu UUD sampai kepada peraturan terendah yaitu Peraturan dari Kepala Unit Kerja.

Tugas PNS dapat dikelompokkan ke dalam dua, yaitu tugas manajerial dan tugas teknis. Tugas manajerial biasanya disebut jabatan struktural merupakan tugas membuat kebijakan atau peraturan/keputusan (regeling, regulasi). Tugas teknis biasanya disebut jabatan fungsional adalah tugas pelaksana bidang tertentu.

Semakin tinggi jabatan seorang dalam organisasi semakin banyak tugas manajerialnya, dan semakin sedikit tugas teknisnya. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi semakin banyak tugas teknisnya dan semakin sedikit tugas manajerialnya.

Tugas manajerial dilaksanakan oleh pejabat struktural. Bentuk dari tugas manajerial adalah membuat peraturan/keputusan (bescikking) yang dapat berupa peraturan gubernur sampai kepada keputusan yang terendah. Boleh jadi seorang PNS tidak mempunyai wewenang untuk menandatangani suatu peraturan, namun dalam praktek draft peraturan perundang-undangan tersebut dirancang oleh PNS, baik yang mempunyai jabatan fungsional, apalagi pejabat struktural.

Selain mempunyai tugas membuat peraturan/keputusan yang bersifat umum, PNS juga mempunyai wewenang membuat keputusan/ketetapan (bescikking) yang sifatnya individual, konkrit, sebagai pelaksanaan dari peraturan/keputusan. Jadi PNS mempunyai wewenang membuat peraturan dan melaksanakan peraturan tersebut.

Bandingkan dengan tugas hakim yang hanya bertugas membuat keputusan/ketetapan yang bersifat invidual, dan konkrit. Tugas PNS jauh melebihi tugas dan tanggung jawab hakim, bahkan dapat dikatakan dua kali lebih berat dari tugas hakim. Terhadap tugas hakim yang hanya membuat keputusan/ketetapan, Rasulullah s.a.w. telah meberikan ancaman bahwa hanya satu dari tiga hakim yang masuk surga, yaitu hakim yang mengetahui hukum yang benar dan mengambil keputusan dengan benar. Inilah hakim yang punya kompetensi tentang tugasnya dan jujur dalam menerapkan ilmunya. Tentu saja ancaman yang tersirat diberikan Rasulullah s.a.w. kepada PNS dapat saja lebih berat lagi karena perbuatan curang dan kebodohan tersebut dapat saja dilakukan oleh PNS/Pejabat, bukan hanya pada tahap membuat keputusan/ketetapan (bescikking), tetapi juga dapat dilaksanakan pada tahap membuat peraturan/kebijakan (regeling). Perbuatan curang atau kebodohan dalam membuat peraturan/keputusan jauh lebih besar akibat kerugiannya kepada masyarakat dibanding kerugian akibat membuat keputusan/ketetapan (bescikking).

Mencermati hadis Rasulullah s.a.w. tersebut di atas, secara sepintas mungkin akan terasa aneh bahwa ada seorang hakim yang yang bodoh, tidak mengerti hukum. Atau ada orang yang mau mengangkat seorang hakim yang bodoh, atau ada orang tidak mengerti hukum tetapi mau menyandang jabatan hakim. Kalau kita pikir-pikir ucapan Rasulullah itu tidak ada yang aneh, iman kita mengatakan bahwa pernyataan itu adalah benar. Bukankah banyak orang yang merasa pintar, sehingga meminta dan berusaha mendapatkan jabatan dengan berbagai cara? Atau bukankah banyak orang yang mengangkat seseorang dalam jabatan bukan berdasarkan kompetensi, tetapi berdasarkan upeti atau kedekatan? Karena itu Rasulullah s.a.w. memberitahu dengan ancaman masuk neraka bagi orang-orang yang bertugas membuat keputusan/ketetapan tetapi berlaku curang atau membuat keputusan/ketetapan yang bodoh karena memang tidak mempunyai kompetensi dalam jabatannya. Naudzu billahi min zaalik.

Kalau Rasulullah s.a.w. memberi informasi kepada dua jenis hakim yang masuk neraka, bagaimana dengan PNS yang curang, membuat kesalahan dalam membuat peraturan dan keputusan. Dua hakim yang masuk neraka hanya membuat kesalahan dalam satu fungsi yaitu membuat keputusan. PNS bisa membuat kesalahan dalam melaksanakan dua fungsi yaitu curang/membuat kesalahan dalam membuat peraturan (regeling), dan curang/ membuat kesalahan dalam membuat keputusan (beziking).

Sebagai PNS yang beriman dan bertaqawa, kalau tadinya kita tidak merasa bahwa hadis Rasulullah s.a.w. di atas tidak ada sangkut pautnya dengan kita, kiranya kini saatnya kita merasakan bahwa ancaman Rasulullah s.a.w. kepada kita jauh lebih berat bila kita tidak melaksanakan tugas kita dengan jujur, bersih, transparan, pfofesional, dan amanah. Kemungkinan kita untuk berbuat kesalahan jauh lebih besar dari pada seorang hakim. Boleh jadi niat kita membuat peraturan tidak untuk kepentingan orang banyak, tetapi untuk kepentingan pribadi, keluarga kelompok. Kemudian kita tindak lanjuti lagi dengan keputusan/ketetapan yang bersifat individual dan konkrit. Bisa saja hal itu tidak terlihat oleh masyarakat karena kepintaran dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikannya. Namun Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Kalau tidak di dunia di akhirat kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban kita.

Walaupun demikian, sebagai pejabat publik, kita tidak boleh berkecil hati. Rasullah s.a.w. telah memberi kabar gembira kepada hakim (pejabat) yang mempunyai kompetensi dalam memegang suatu jabatan, dan bersungguh-sungguh untuk membuat membuat keputusan yang benar dan adil. Karena kesungguhannnya (ijtihad) bila ia membuat keputusan dengan benar maka untuknya dua pahala. Sebaliknya, bila ia sudah mempunyai kompetensi dan berupaya dengan sekuat tenaga (ijtihad) untuk membuat suatu keputusan yang adil dan benar, namun sebagai manusia ternyata kemudian keputusan tersebut mengandung kesalahan, maka ia tetap medapat pahala satu atas kesungguhannya tersebut.

Selain itu Rasulullah s.a.w. juga telah menjanjikan kepada pemimpin (pejabat) yang adil bahwa ia adalah orang pertama yang mendapat perlindungan Allah kelak di akhirat, pada saat itu tiada lindungan kecuali lindungan Allah swt.

Karena itu, selagi peluang masih ada, jabatan masih di tangan, mari kita pergunakan kesempatan yang ada untuk berlomba-lomba meraih kebaikan, mencari rdho Allah, lindungan Allah, dan nikmat surga di akhirat yang abadi. (Intansurullah Yansurkum).

.

Danau Singkarak di pagi hari

UTAMAKAN KEPENTINGAN UMUM

Oleh Amir Bahar

Dari Abu Qatadah r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersbda,” Orang yang melayani minum suatu kaum hendaknya ia orang yang paling akhir. Maksudnya ia adalah orang yang paling akhir minum. (HR Tirmidzi).

Dalam memahami hadis ini kita dapat mengambil contoh seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanah untuk memberi minum orang banyak di tengah masyarakat. Misalnya dalam suatu pesta seseorang ditugaskan oleh majikannya untuk menjaga suatu pojok minuman agar dapat memberikan pelayanan bagi tamu yang membutuhkan minuman. Oleh Rasulullah s.a.w. akhlak yang berlaku bagi orang tersebut adalah bahwa ia orang terakhir minum setelah tamu-tamunya selesai minum.

Adalah tidak pantas baginya minum mendahului tamunya, atau ikut rebutan minuman bersama tamunya. Jika sampai terjadi seorang pelayan pojok minuman berprilaku seperti itu, jika diketahui oleh majikannya niscaya dia akan ditegor, diberi sanksi, bahkan mungkin saja dipecat. Bagi tamunya prilaku tuan rumah tersebut bisa jadi dirasakan tidak menyenangkan, dan akan berpengaruh terhadap reputasi tuan rumah.

Di tengah masyarakat, orang atau lembaga yang diberi amanah untuk memenuhi kebutuhan minum yang layak bagi orang banyak adalah perusahaan air minum (PAM). Di perkotaan sebahagian besar kebutuhan air minum dipasok oleh PAM. Kita baru merasakan betapa pentingnya peranan PAM tatkala air tidak mengalir ke rumah kita. Jangankan selama seminggu, dua hari saja air PAM tidak mengalir kita akan kesulitan. Dan bagaimana perasaan masyarakat tatkala mereka tidak dapat air, sementara petugas lebih dulu mengambil air untuk kepentingan mereka. Kalau terjadi hal seperti ini tentu akan timbul ketidakadilan dan masyarakat bisa marah.

Bila kita renungkin dengan mata hati, pesan Rasulullah s.a.w. tersebut sangat dalam artinya bagi pemegang amanah yang mengurus kepentingan orang banyak. Air adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Semua orang butuh air, yang kaya, yang miskin, di kota maupun di desa.semua butuh air.

Yang bertugas mengurus kebutuhan dasar orang banyak adalah pemerintah. Pemerintah adalah organisasi yang menjalankan tugas pemerintahan dalam mencapai tujuan Negara dalam mensejahterakan kehidupan rakyat.

Sejalan dengan pesan dalam hadis Rasulullah s.a.w. tersebut maka orang-orang yang diberi amanah untuk mengurus kesejahteraan rakyat seyogyanya lebih mengutamakan rakyat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya Keberpihakan kepada rakyat tersebut harus terwujud dalam bentuk kebijakan, sikap, dan prilakunya.

Ketaatan terhadap akhlak mulia yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. tersebut akan menguntungkan semua pihak. Rakyat merasa diayomi, dan kesejahteraan mereka akan membaik. Sebaliknya tingkat kepercyaan rakayat kepada pemerintah akan meningkat. Antara rakyat dan pemerintah akan saling menicintai.

Namun bila sebaliknya. Akhlak yang dianjurkan Rasulullah s.a.w. diabaikan, orang yang diberi amanah mengurus orang banyak cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya, dibandingkan kepentingan rakyat yang semestinya lebih utama untuk diurus, maka boleh jadi akan muncul ketidakharmonisan antara pemimipin dengan rakyat. Bukan tidak mungkin pada saat tertentu rakyat mencabut kembali kewenangan pemimpin untuk memerintah. Kalaulah rakyat tidak mampu mencabut kewenangan tersebut karena kedudukannya yang lemah, boleh jadi mereka berdoa kepada Allah mengadukan nasib mereka yang dizalimi. Kita perlu waspada bahwa doa orang yang terazilimi sangat makbul.

Peristiwa terbitnya sebuah Peraturan Pemerintah yang memberikan kelebihan kesejahteraan bagi Wakil Rakyat beberapa waktu yang lalu cukup memberi pelajaran bagi kita. Tatkala orang yang diberi wewenang mengurus rakyat lebih dahulu mengambil kesejahteraan dibanding rakyat menimbulkan kemarahan rakyat. Orang-orang yang terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut mendapat sorotan kecaman dari berbagai pihak. Akhirnya kebijakan tersebut harus direvisi.

Dalam sejarah pemerintahan Islam, pada abad ke 7 M Khalifah Umar bin Khattab sebelum mengangkat seseorang dalam jabatan terlebih dahulu menghitung kekayaan mereka. Setelah berakhir jabatannya, kalau ternyata ada kelebihannya maka kebersihan pejabat tersebut diragukan. Adakalanya kekayaan itu dirampas dengan mengatakan kepada mereka, “Kami mengirim kalian sebagai pejabat, bukan sebagai pedagang.” Bandingkan dengan kita yang baru menerapkan kewajiban melaporkan harta kekayaan kepada KPK.

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim Rasulullah s.a.w. bersabda, “ Tidak seorang pembesar/penguasa/pemimpin (amiir) pun yang menguasai atau yang memerintah kaum muslimin, tetapi dia tidak berjuang dengan sungguh-sungguh dan tidak memberikan pengarahan untuk kemakmuran mereka, niscaya Allah tidak membolehkannya masuk surga bersama-sama dengan mereka.

Mari sekali lagi kita ulangi membaca hadis ini. Rasulullah s.a.w. memberitahu bahwa Allah tidak membolehkan masuk surga pemimpin yang mengurus kaum muslimin tetapi tidak berjuang dengan sungguh-sungguh. Kalau tidak boleh masuk surga, lalu tempatnya di mana? Tentu di neraka karena di akhirat hanya ada surga atau neraka. Naudzubillahi mindzalika.

Kedua hadis tersebut perlu menjadi renungan bagi kita selaku pegawai negeri. Mendahulukan kepentingan rakyat adalah suatu keharusan bagi kita. Tugas kita melayani, bukan dilayani. Sebagai pelayan tentu kita akan ikhlas bila kepada pelanggan memberikan pelayanan yang paling baik.

Dapatkah kita membayangkan bahwa suatu saat majikan kita akan mengevaluasi tugas kita. Bila majikan kita tidak puas kita bisa mendapat tegoran, peringatan, bahkan sanksi pemecatan. Siapa saja majikan kita? Majikan kita adalah pelanggan kita, rakyat, dan yang lebih besar lagi adalah Allah SWT. sebagai pemberi amanah. Kalau evaluasi itu dilakukan di dunia, kita masih punya kesempatan untuk mmelakukan perbaikan. Bagaimana kalau evaluasi hanya dilakukan di akhirat kelak tanpa ada kesempatan untuk melakukan perbaikan? Karena itu lebih baik kita melakukan evaluasi sendiri sebelum hari perhitungan itu datang.

WIDYASWARA KANTOR DIKLATPROV DKI JAKARTA